Rabu, 12 Maret 2014

MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
tentang
Akad
 (Perjanjian / Perikatan)
DOSEN PEMBIMBING :
Fuad Rahaman, S.Hi, M. IS


Disusun oleh :
Kelompok 2
v Siti Romlah
v Riyanto
v Irsyhadul Fikri


EKONOMI ISLAM JURUSAN PERBANKAN
SEMESTER TIGA B
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat tentang :
“Akad (Perikatan Atau Perjanjian)”
Pada akhir penulisan ini ada beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan khususnya bagi kalangan praktisi ataupun pemerhati ilmu pengetahuan hukum, agar dapat mengkaji lebih dalam mengenai pengertian dan perbandingan asas-asas berlakunya ketentutan pidana menurut lingkungan dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif, karena hal tersebut menyangkut kepentingan berlakunya hukum pidana Islam di antara berlakunya hukum pidana positif.
yang sangat berpengaruh bagi kemajuan umat muslim. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih



Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah dan Tujuan Masalah
Sebagai makhuk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Manusia tidak dapat lepas dari hukum dalam setiap sendi-sendi kehidupannya. Hal tersebut terjadi pula dalam tatanan masyarakat. Indonesia menganut pluralitas hukum dimana terdapat tiga sistem hukum yang berlaku sebagai hukum positif, yaitu hukum barat, hukum adat, serta hukum Islam Hukum Islam bersifat universal, artinya berlaku sama bagi semua pemeluk agama Islam dimanapun, tidak terbatas pada nasionalitas seseorang.
Keberlakuan hukum Islam di Indonesia dipengaruhi oleh hukum adat. Hal tersebut diakibatkan oleh sejarah bangsa Indonesia yang menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki hukum adatnya masing-masing sebagai hukum positif mereka. Dalam pranata  sosial adat mereka, hukum adat yang didasari oleh asas magis-religius, yang merupakan pengaruh dari hukum Islam, merubah kaedah kesusilaan menjadi kaedah hukum yang kemudian berlaku dalam masyarakat mereka.
Hubungan antara satu dengan manusia yang lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan, proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. 
 


BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN AKAD
Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dalam pengertian akad dalam segi bahasa yang artinya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti wakaf, talak, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan dan gadai.
Pengertian akad dalam arti khusus, antara lain akad merupakan perikatan yang di tetapkan dengan ijab qobul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya. Akad juga bisa dikatakan sebagai pengaitan ucapan yang salah seorang yang akad dengan yang lain dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tamapak dan berdampak pada objeknya.
Dengan demikian ijab qobul adalah salah satu perbuatan atau penyataan untuk menunjukkan suatu keridhoan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. oleh karena itu, dalam islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat di kategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridoan dan syariat islam.

B.       RUKUN AKAD
Rukun bisa diartikan sebagai perkara yang dijadikan sebagai landasan atas wujudnya sesuatu dan merupakan bagian inheren atas hakikat sesuatu itu. Rukun akad dapat di definisikan sebagai segala sesuatu yang bisa di gunakan untuk mengungkapkan kesepakatan atas dua kehendak, atau sesuatu yang bisa disamakamn dengan hal itu dari tindakan, isyarat atau korespondensi.
Menurut mazhab hanafi, ijab dan qobul merupakan rukun akad yang terdapat dalam akad yang hanya satu yakni shirat atau ijab qobul tersebut, adapun rukun akad yang lainnya merupakan derifasi dari shigat, dalam artian sighat tidak akan terjadi jika tidak terdapat dua pihak yang bertransaksi ( ma’qud alaih ) dengan demikian menurut hanafiah sighat sudah bisa diwakili dua rukun yang lainnya.

Berikut adalah rukun-rukun akad ulama’ selain hanafiah :
v Orang yang akad ( akid ), yaitu penjual dan pembeli.
v Sesuatu yang diakadkan ( ma’qud alaih ), seperti harga atau yang dihargakan.
v Sighat ( iajab qobul ).

C.  PEMBENTUKAN AKAD
Pembentukan akad terdiri dari tiga unsur, yaitu :
1.    Rukun akad.
2.    Unsur-unsur akad.
Unsur-unsur akad adalalah sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad, yaitu shigat akad, syarat-syarat ijab dan qobul.
a.    Shigat akad
Shigat akad sering disebut dengan ijab qabul adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang menunjukkaan atas apa yang ada dihati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan perbuatan maupun tulisan. Sebagai contoh : seseorang yang membeli dipasar atau membeli barang dengan cara online.
b.    Syarat-syarat ijab qabul
Para Ulama menetapkan syarat-syarat dalam Ijab qabul, yaitu :
1.      Ijab dan Qabul harus jelas maksudnya sehingga dipahami oleh pihak yang melangsungkan akad.
2.      Antara Ijab dan Qabul harus sesuai.
3.      Antara Ijab dan Qabul harus bersambung dan berada ditempat yang sama jika kedua belah pihak hadir atau berada ditempat yang sudah ditentukan oleh keduanya.
3.    Keinginan mengadakan akad
            Keinginan mengadakan akad terbagi dua, yaitu ;
a.      Keinginan Batin (Niat atau Maksud)
Keinginan batin dapat terwujud dengan adanya kerelaan.
b.      Keinginan yang Zahir
Keinginan zahir adalah shigat atau lafadz yang mengungkapkan keinginan batin. Apabila keinginan batin dan zahir itu sesuai, maka akad dinyatakan syah. Akan tetapi apabila salah satunya tidak ada, seperti orang yang hendak jual beli maka akadnya tidak syah karena keinginan batinnya tidak ada.

D.   SYARAT AKAD
            Berdasarkan unsur akad yang telah dibahas diatas, ada beberapa macam syarat akad. Yaitu ; syarat terjadinya akad, syarat sah akad, dan syarat pelaksanaan akad.
1.    Syarat-syarat terjadinya akad
Menurut mazhab hanafi syarat-syarat terjadinya dalam akad dapat di ketegorikan menjadi tiga bagian yaitu :
a.    Syarat shahih
Adalah syarat yang sesuai dengan subtansi akad, mendukung dan memperkuat subtansi akad, dibenarkan oleh syara’ atau sesuai dengan urf ( kebiasaan ) masyarakat. Contoh syarat yang sesuai dengan subtansi akad adlah syarat yang di ajukan oleh penjual untuk mebayarkan harga barang atau menyarahkan barang bagi pembeli.
b.     Syarat fasid (Rusak)
Adalah syarat yang tidak sesuai dengan salah satu keriteria yang ada dalam syarat shahih. dalam arti, ia tidak sesuai dengan subtansi akad atau mendukungnya, tidak esuai dengan,urf ( kebiasaan ), masyarakat dan syarat itu memberikan mamfaat bagi salah atu pihak. Misalnya, menjual rumah dengan syarat penjual harus menempatinya selama satu tahun.
c.    Syarat batil
            Adalah syarat yang tidak memenuhi ceriteria syarat shahih, dan tidak memberikan nilai mamfaat bagi salah satu pihak atau lainnya. Akan tetapi, maslah menimbulkan dampak negaitif bagi salah satu pihak. Misalnya, penjual mensyaratkan kepada pembeli untuk tidak menjual barang yang di belinya kepada seseorang, menjual mobil dengan syarat tidak boleh di kendarai oleh seseorang.
2.    Syarat Sah Akad
Syarat Sah Akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan dalam akad harus dilaksanakan untuk menjamin keabsahan akad, jika tidak terpenuhi salah satu saja maka akad tersebut rusak.
3.    Syarat Pelaksanaan Akad
       Dalam pelaksanaan akad ada dua syarat, yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa yang dimilikinya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam bertashawuf sesuai dengan aturan-aturan Islam.
Dalam pelaksanaan akad ini disyaratkan antara lain ;
a.       Barang yang dijadikan akad harus kepunyaan orang yang akad.
b.      Barang yang dijadikan akad tidak sedang berkaitan dengan kepemilikan orang lain.

E.       BEBERAPA CARA YANG DI TEMPUH DALAM AKAD
     Para ulama’fiqh menerangkan beberapa cara yang di tembpuh dalam akad yaitu :
1.    Dengan cara tulisan ( kitabah ), misalnya dua aqid berjahuan tempatnya, maka ijab qobulnya boleh dilakukan dengan kitabah.
2.    Isyrat. Bagi orang-orang tertentu, akad atau ijab qobul, tidak dapat dilaksanakan dengan ucapan atau tulisan, misalnya seseorang yang bisu tidak dapat mengadakan ijab qobul dengan bahasa, orang yang tidak pandai tulis baca tidak mampu mengadakan ijab qobul dengan tulisan. Dengan demikian ijab qobul dilakukan dengan isyarat.
3.    Ta’athi (saling memberi ), seperti seseorang yang melakukan pemberian kepada seseorang dan orang tersebut memberikan imbalan kepada yang memberi tanpa di tentukan besar imbalannya.
4.    Lisan al-hal. Menurut sebagian ulama’apabila seseeorang meninggalkan barang-barang di hadapan orang lain, kemudian dia pergi dan orang yang di tinggali barang-barang itu berdiam diri saja, hal itu di pandang telah ada akad ida’ ( titipan ) antara orang yang meletakkan dan yang  menghadapi barang titipan itu dengan jalan dalalah al-hal.
BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Akad sangat penting dalam kehidupan manusia, karna manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang jelas yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan atau lazim di sebut dengan proses untuk berakad.
Ijab dan qobul merupakan ucapan dan tindakan yang mencerminkan kerelaan dan keridhoan kedua pihak untuk melakkukan kontrak / kesepakatan. Akad yang dilakukan harus berpijak pada dikursus yang di benarkan oleh syara’ tidak boleh bertentangan dengan syara’.seperti kesepakatan untuk membunuh, traksaksi narkoba, aksi perampokan , menikah dengan muhrim dan lainya. Hal ini tidak bisa di katakan sebagai akad.

B.  SARAN
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan oleh karena itu mohon kritik dan syaran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini agar makalah ini bermamfaat bagi kita semua. 

DAFTAR PUSTAKA

Dimyauddin djuwaini,  fiqh muamalah, pengantar piqh muamalah, pustaka pelajar, cileungsi, 2007.
H. rachmat syafei, fiqh muamalah, untuk uin, stain, ptais, dan umum, cv pustaka setia, bandung,  2000.

      

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda