MENYEMIR RAMBUT
MASAILUL FIQHIYAH
MENYEMIR RAMBUT
KELOMPOK 8
DI SUSUN OLEH : RIZA AULIA
SHERLY WINDRIYA
SRI WAHYUNI (A)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2013/2014
B. PEMBAHASAN
Dalam rangka mengusahakan pembentukan dan pembinaan identitas islam dan
kepribadian muslim,maka tahap pertama setelah nabi hijrah di madinah, nabi
membentuk masyarakat islam dengan tradisi – tradisi yang khas. Untuk itu, nabi
menyuruh para sahabatnya agar berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang
non-islam dalam penampilan hal-hal yang bersifat lahiriah, yang berkaitan
dengan hukum-hukum islam. Misalnya nabi menyuruh para sahabatna untuk menyemir
atau mengecat rambut kepala dan dagunya (janggut jika telah beruban dengan
sabdanya:[1]
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا
يَصْبَغُونَ، فَخَالِفُوهُمْ.
“Sesungguhnya
orang yahudi dan Nashrani tidak menyemir (rambutnya), maka berbedalah kamu dengan
mereka” [HR. Al-Bukhari no. 3462, 5899 dan Muslim no. 2103].
Sebagian ulama ada yang berpendapat sunnah atau
mustahab berdasarkan hadits nabi tersebut, dan mereka menemukan faedah menyemir
rambut kepala, yaitu untuk membersihkan dan memperindah rambut, dan juga untuk
mewujudkan ciri khas yang membedakan jamaah islam dengan kelompok lainnya.
Ø menyemir rambut dengan warna hitam
Ada
segolongan besar ulama yang melarang untuk menyemir rambut menggunakan warna
hitam, tetapi sebagian juga mengecualikan ketika dalam keadaan perang demi
menggentarkan hati musuh apabila mereka melihat pasukan islam masih muda belia.
Bagi orang yang
sudah sangat tua, yang seluruh rambut dan jenggotnya sudah memutih semua, maka
baginya tidak pantas menyemir dengan warna hitam. Oleh karena itu, ketika Abu
Bakar as Shiddiq membawa ayahnya, Abu Quhafah, kehadapan Rasulullah SAW pada
hari Fathul Makkah dengan rambutnya sudah memutih bagai kapas,
Rasulullah lalu bersabda:[2]
غيروا هذا و جنبوه السود.
“Ubahlah(semirlah) rambut putih ini, tetapi jauhilah
warna hitam” (Muslim 105)
Ø Mengubah Uban dengan Pacar dan
Inai
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ
الشَّيْبَ الْحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ
“Sesungguhnya bahan yang terbaik yang kalian
gunakan untuk menyemir uban adalah hinna’ (pacar) dan katm (inai).” (HR.
Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam As
Silsilah Ash Shahihah mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Namun demikian, untuk tujuan tertentu
dibolehkan untuk mengecat rambut putih dengan warna hitam, meski para ulama
berbeda pendapat dalam rinciannya:[3]
A. Ulama
Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah
Mereka menyatakan
bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan kecuali bagi orang yang akan
pergi berperang. Hal itu lantaran ada ijma’ yang menyatakan kebolehannya.
Maksudnya boleh karena akan pergi
berperang adalah untuk memperdaya musuh, seolah-olah tentara Islam itu masih
muda-muda, lantaran rambutnya masih berwarna hitam. Padahal mungkin saja ada
yang sudah mulai beruban dan rambutnya berwarna putih.
Dan ‘illat (pautan hukum) yang paling utama dari haramnya
menghitamkan rambut memang pada masalah memperdaya orang lain. Seolah-olah
masih muda padahal telah beruban. Namun khusus dalam perang melawan orang
kafir, dibolehkan berbohong dan memperdaya lawan.
B. Abu Yusuf
dari Ulama Hanafiyah
Beliau berpendapat
bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna
hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih
berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian”
kebolehan mengecat uban dengan warna
hitam, selain dibolehkan untuk mengecoh lawan, juga boleh untuk urusan
kebahagiaan suami istri. Dan Islam memang sangat menganjurkan agar seseorang
berpenampilan paling baik di hadapan pasangannya. Termasuk mengecat uban
menjadi hitam agar kelihatan awet muda.
C. Ulama Madzhab
As-syafi’I
Mereka umumnya
berpendapat bahwa mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan, kecuali bagi orang-orang
yang akan berperang. Ini berbeda dengan pendapat yang nomor satu di atas, di
mana mereka tidak sampai mengharamkan, tetapi hanya sampai memakruhkan saja.
Namun ulama Asy-Syafi’iyah memang berfatwa sampai mengharamkannya.
Pendapat mereka ini didasarkan kepada
sabda Rasulullah SAW:
“Akan ada pada akhir zaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka
dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga.”
Semua pendapat di atas
hanyalah dalam konteks orang yang sudah tua dan ubanan serta memutih rambutnya
tapi berkeinginan untuk mengecat rambutnya dengan warna hitam. Adapun mengecat
rambut dengan warna selain hitam, tidak ada larangannya.
Media Pewarna
Sedangkan masalah media
pewarnanya, sebenarnya tidak selalu harus hinna’ dan katam, tetapi boleh saja
dengan pewarna rambut modern yang lebih praktis dan tersedia di mana-mana.
Hal ini menunjukkan bahwa menyemir uban dengan hinna’
(pacar) dan katm (inai) adalah yang paling baik. Namun boleh juga
menyemir uban dengan selain keduanya yaitu dengan al wars (biji yang
dapat menghasilkan warna merah kekuning-kuningan) dan za’faron.
Sebagaimana sebagian sahabat ada yang menyemir uban mereka dengan kedua pewarna
yang terakhir ini.
Abu Malik Asy-ja’iy dari ayahnya, beliau berkata,
كَانَ خِضَابُنَا مَعَ رَسُول اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَرْسَ وَالزَّعْفَرَانَ
“Dulu kami menyemir uban kami bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan wars dan za’faron”. (HR.
Ahmad dan Al Bazzar).
Al Hakam bin ‘Amr mengatakan,
دَخَلْتُ أَنَا وَأَخِي رَافِعٌ عَلَى
أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرَ ، وَأَنَا مَخْضُوبٌ بِالْحِنَّاءِ ، وَأَخِي
مَخْضُوبٌ بِالصُّفْرَةِ ، فَقَال عُمَرُ : هَذَا خِضَابُ
الإِْسْلاَمِ . وَقَال لأَِخِي رَافِعٍ :
هَذَا خِضَابُ الإِْيمَانِ
“Aku dan saudaraku Rofi’ pernah menemui Amirul
Mu’minin ‘Umar (bin Khaththab). Aku sendiri menyemir ubanku dengan hinaa’
(pacar). Saudaraku menyemirnya dengan shufroh (yang menghasilkan warna
kuning). ‘Umar lalu berkata: Inilah semiran Islam. ‘Umar pun berkata pada
saudaraku Rofi’: Ini adalah semiran iman.” (HR. Ahmad).
Ø Hukum Menyemir (Memirang) Rambut yang Semula Berwarna
Hitam Menjadi Warna Lain
Kaedah tersebut yaitu hukum asal segala adalah halal dan mubah.
Inilah kaedah asal yang mesti diperhatikan. Misalnya seseorang mengenakan
pakaian yang dia suka atau dia berhias sesuai dengan kemauannya, maka syari’at
tidak melarang hal ini. Menyemir misalnya, hal ini terlarang secara syar’i
karena terdapat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ubahlah uban,
namun jauhilah warna hitam”. Jika seseorang merubah uban tersebut dengan
warna selain hitam, maka inilah yang diperintahkan sebagaimana merubah uban
dengan hinaa’ (pacar) dan katm (inai). Bahkan perkara ini dapat
termasuk dalam perkara yang didiamkan (tidak dilarang dan tidak diperintahkan
dalam syari’at, artinya boleh)
Oleh karena itu,rincian warna menjadi 3 macam: [4]
Pertama adalah warna yang diperintahkan untuk digunakan seperti
hinaa’ untuk merubah uban.
Kedua adalah warna yang dilarang untuk digunakan seperti
warna hitam untuk merubah uban.
Ketiga adalah warna yang didiamkan (tidak dikomentari
apa-apa). Dan setiap perkara yang syari’at ini diamkan, maka hukum asalnya
adalah halal. .
Berdasarkan hal ini, dikatakan bahwa hukum mewarnai rambut untuk wanita (dengan warna selain hitam) adalah halal. Kecuali jika terdapat unsur merubah warna rambut tersebut untuk menyerupai orang-orang kafir, maka di sini hukumnya menjadi tidak diperbolehkan. Karena hal ini termasuk dalam masalah tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sedangkan hukum tasyabuh dengan orang kafir adalah haram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Berdasarkan hal ini, dikatakan bahwa hukum mewarnai rambut untuk wanita (dengan warna selain hitam) adalah halal. Kecuali jika terdapat unsur merubah warna rambut tersebut untuk menyerupai orang-orang kafir, maka di sini hukumnya menjadi tidak diperbolehkan. Karena hal ini termasuk dalam masalah tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sedangkan hukum tasyabuh dengan orang kafir adalah haram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Yang namanya tasyabbuh (menyerupai orang kafir)
termasuk bentuk loyal (wala’) pada mereka. Sedangkan kita diharamkan memberi
loyalitas (wala’) pada orang kafir. Jika kaum muslimin tasyabbuh dengan orang
kafir, maka boleh jadi mereka (orang kafir) akan mengatakan, “Orang muslim sudah
menuruti kami.” Sehingga dengan ini, orang-orang kafir tersebut menjadi senang
dan bangga dengan kekafiran yang mereka miliki.
c.kesimpulan
dari
penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa hukum menyemir rambut adalah
hukum mewarnai rambut untuk (dengan warna
selain hitam) adalah halal. Kecuali jika terdapat unsur merubah warna
rambut tersebut untuk menyerupai orang-orang kafir, maka di sini hukumnya
menjadi tidak diperbolehkan.
Adapun syarat-syarat di perbolehkan menggunakan semir rambut adalah
1. Apabila
dapat menyerap air di kepala ketika hendak berwudhu
2. Apabila
tidak menyebabkan sakit pada kepala, misalnya gatal-gatal dan sebaginya
3. Apabila
semir tersebut tidak terbuat dari bahan-bahan yang mengandung najis
D. Daftar pustaka
·
Masjtuk zuhdi,masail fiqhiyah,gunung
agung,jakarta,cet:10,hal:95
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda